Basa Basi, basi??

Halloo 🙋 Sudah lama saya ngga menulis lagi yaa. Hehe. Kali ini saya ingin menulis seputar "basa-basi". Yaa, kalau dalam istilah trendnya sekarang berbasa-basi itu seperti kata "nyinyir" kali yaa. Hahaha. Kenapa saya ingin menulis ini, karena saya banyak banget liat thread orang seputar ini, dan kemarin saya juga iseng random banget liat youtube dan membahas seputar basa-basi juga. Jadi saya ingin cerita juga seputar ini. Hehe

Pernah ngga sih kalian, kalau ketemu sama orang yang jarang banget kalian temui atau yang baru banget kalian ketemu, suka bicara sekedar basa-basi aja? Atau mungkin pernah ngga kalian yang di ajak bicara basa-basi sama lawan bicara kalian? Kalau saya sih pernah dua-duanya? Saya kadang suka basa-basi banget sama orang yang baru saya temui. Ntah saat saya lagi di dalem KRL, ntah saat saya lagi nungguin tes dan ntah juga saat saya sedang menunggu suatu antrian. Kata basa-basi yang saya lontarkan itu seperti, "Mau tes juga ya mbak? Kuliah dimana? Jurusan apa? Milih posisi apa? Mau kemana mbak? Udah antrian nomor berapa ya mbak? Dan lain sebagainya". Biasanya saya berbasa-basi itu biar ngilangin rasa bosen saya karna harus menunggu lama banget. Apalagi harus nunggu berjam-jam sambil duduk. (Karna saya paling gasuka banget sama menunggu apalagi menunggu yang tak pasti. Eaaa. LOL). 

Sebenernya kalian suka ngga sih di ajak bicara hanya sekedar basa-basi aja? Suka sebel nggak, kalau basa-basinya itu menyinggung pribadi kalian? Atau mungkin bikin kalian sakit hati, yang padahal kalian itu lagi butuh di semangati atau dikasih masukan tapi malah di tanya yang bikin tambah down atau bikin sebel untuk menanggapinya? Menurut kamus KBBI, basa-basi itu merupakan suatu ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi, misalnya apa kabar? Yang diucapkan apabila kita bertemu dengan kawan. 

Kalau saya sih biasa aja kalau ada yang basa-basi ke saya, at least ya masih seputar "hai apa kabar? Lagi ngapain aja nih? Atau seputar apa aja yang ngga ke arah pribadi atau ke arah yang menyinggung perasaan". Dan pas dalam kondisi mood saya yang baik, (singkat cerita) saya dulu pernah ketika saya ingin masuk ke perguruan tinggi. Saya emang pengen banget bisa masuk kedokteran. Berbagai tes, saya masukin kedokteran di pilihan awal saya. Tetapi takdir berkata lain, saya keterima di jurusan lain bukan di kedokteran. Selama masa pencarian perkuliahan itu, saya merasa sangat down banget, karena apa? Teman-teman saya sudah banyak banget mendapatkan jurusan dan universitas yang emang menjadi pilihannya, lalu sedangkan saya? Yaa masih mondar-mandir, sana-sini untuk tes berbagai tes yang ada sambil menunggu hasil tes SBMPTN kala itu. Sampai tiba waktunya pengumuman, saya kala itu tidak ingin membukanya sampe sore hari, karena saya takut banget kalau emang harus mengalami kegagalan kembali. Kakak dan mama saya penasaran banget, hingga akhirnya kakak saya yang membuka dan ternyata saya keterima. Disitu saya bingung harus merespon apa, sedih atau senang. Karena emang bukan pilihan yang saya inginkan sejak dulu. Disaat itu lah banyak omongan dari luar, yang selalu menanyakan, "keterima dimana? Jurusan apa itu? Ohh, itu yaa, yang nanti kerjaannya gini gini gitu gitu. Atau ada yang nanya seperti, Ohh, apa itu, dokter ya? ". Okee, disitu saya mungkin masih bisa tolerin lah ya, mungkin mereka sama seperti saya yang masih awam banget dengan pilihan yang saya pilih ini. Tapi mbok yo, bisa perhalus dikitlah ya kata-katanya, saya disini tuh butuh dorongan semangat, bukan malah tambah bikin down. Yaa disitu saya hanya tutup kuping aja dengan ribuan pertanyaan yang ada.

Dan dari pengalaman orang-orang, pertanyaan "Kapan?", kini menjadi momok yang paling dihindari banget. Seperti ketika masih menjadi mahasiswa tingkat akhir, sudah bukan menjadi mahasiswa hingga mungkin ketika sudah berumah tangga. Pertanyaan, "kapan lulus? Kapan sempro? Kapan sidang? Kapan kerja? Kapan nikah? Kapan punya anak? Kapan nambah momongan gitu?" Dan begitu terus sampai rantai terputus. Pertanyaan "Kapan lulus" ini sering banget saya denger waktu saya masih menjadi mahasiswa tingkat akhir, dan pertanyaan ini juga pernah saya lontarkan juga ke temen saya. (Mohon maaf yaa kalau saya pernah bilang gitu dan malah bikin tambah sedih 🙏). Ternyata satu kata, "kapan" itu seperti pertanyaan yang straight banget dan kalau dalam istilah dunia pecaturan itu seperti udah langsung skak mat, karena harus tepat kapan waktunya.

Yaa sebenernya kata "kapan" itu bisa diganti dengan yang lebih halus sedikit, seperti "gimana skripsinya, ada yang bisa aku bantu ngga? Udah sampe mana skripsinya? Lagi melakukan kegiatan apa nih sekarang pasca lulus? Udah ada rencana buat nikah ngga? Rencana mau punya anak berapa nih? Nah mungkin kata-kata disitu sedikit lebih halus untuk dipertanyakan ketimbang harus menanyakan "kapan". Ya karena seyogyanya, kita ngga pernah tau kapan pastinya. Dan pertanyaan seperti itu mungkin cukup bisa membantu menyelesaikan masalah lawan bicara kalian.

Dan sebenernya bukan kata "kapan" aja momok yang paling dihindari saat mulai berbasa-basi, tetapi ada banyak kosa-kata lainnya yang harus dihindari juga. Berbasa-basi itu mungkin perlu dalam memulai pembicaraan tetapi harus masih dalam batas yang sewajarnya, jangan sampai berbasa-basi nya sampai masuk ke dalam-dalam kehidupan orang lain. Karena sejatinyaa kalian ngga pernah tau juga kan, kehidupan lawan bicara kalian tuh kayak gimana. Misal, Belum lulus. Mungkin karena selama proses penskripsiannya yang susah dari dosennya, penelitiannya atau masalah lainnya. Belum kerja, mungkin karena sudah berbagai lamaran, dan tes dilakukan tetapi jika emang belum rejekinya, yaa belum dapet. Bukan karena dia malas atau gimana. Belum menikah, mungkin karena sudah siap untuk menikah tapi belum ada jodohnya, emang belum memikirkan ke arah sana, atau mungkin masih menabung buat menuju ke arah sana. Belum punya anak, mungkin karena udah berusaha berkali-kali, tapi belum diamanahkan untuk mempunyai anak, ntah karena kondisi dari suami atau istrinya, bukan karena mereka ngga berusaha tapi emang belum waktunya aja. Belum punya anak lagi, mungkin karena emang mereka ingin punya anak satu aja, ingin mewujudkan program dua anak cukup.

Jadi yaa sekarang, ngga usah lah terlalu bertanya yang terlalu dalam dan yang kalian juga ngga tau juga gimana sebenernya kondisi mereka. Belum tentu juga kan, lawan bicara yang kalian nyinyirin itu memiliki mental yang kuat dalam menerima segala omongan kalian.

Buat kalian yang pernah di "nyinyirin" atau mendapat basa-basi yang tidak mengenakan seperti yang saya alami dulu, Be your self. Tutup kuping aja, ambil yang baik-baiknya aja. Do your the best. Lakuin apa yang bisa kalian lakuin dan tunjukin ke mereka, kalau kalian bisa. Yakin.. Yakin. Yakin. Dan percaya pada diri kalian sendiri.

Mulai sekarang, jadilah netizen yang bijak. Bijak dalam mengolah kosa-kata. Karena seperti pepatah, "Mulutmu adalah harimau mu" dan mungkin sekarang bukan hanya mulut saja, tetapi bisa menjadi, "Jempol mu adalah harimau mu". Beware with your words. Tulisan ini juga menjadi self reminder buat diri saya sendiri juga sih. Sama-sama belajar untuk menjadi lebih baik. ^^




0 Comments